cinta.?

Bahkan Mimpi Kita pun Sebaiknya Sama

Kesamaan visi dan misi pada dua orang atau lebih relatif akan lebih melanggengkan suatu hubungan. Malah terkadang hubungan akan berjalan saling mengisi walau di antara mereka tidak ada komitmen apapun. Sebaliknya walaupun suatu hubungan telah terjalin dengan adanya komitmen namun jika ada perbedaan visi dan misi hidup, hubungan tersebut dalam jangka panjang relatif lebih rawan akan kerenggangan bahkan perpisahan. Demikian hasil pengamatan saya sementara ini.

Dalam bahasa puitis biasanya visi dan misi diwakilkan oleh kata “mimpi”. Kali ini saya membatasi pembahasan pada mimpi dua orang (satu pasangan) laki-laki dan perempuan yang tengah menjalin hubungan, yang serius tentunya.

Banyak ragam motivasi seseorang dalam menjalin hubungan serius dengan orang lain. Motivasi ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan sosial, geografis, wawasan, kebutuhan hidup, tingkat kedewasaan dan faktor-faktor lainnya.

Menurut pendapat saya saat ini suatu hubungan akan berjalan dengan relatif lebih baik jika dilandasi dengan persamaan mimpi, berkomitmen untuk menjalin hidup bersama mewujudkan mimpi. Mimpi seperti apa? Tentunnya mimpi yang berlandaskan pada nilai-nilai mulia yang diajarkan oleh agama yang kita yakini. Mengapa mimpi yang seperti itu? Karena menurut pendapat saya mimpi yang tidak berlandaskan pada nilai-nilai mulia suatu saat akan menemukan kehampaan. Bagaimana bisa terjadi seperti itu? Iya, karena jiwa kita pada dasarnya condong bahkan sangat membutuhkan nilai-nilai mulia yang substansial, jika mimpi kita tidak berorientasi pada hal tersebut jiwa kita akan tetap “dahaga”, kebutuhannya belum bahkan tidak terpenuhi. Karena itu kita senantiasa dianjurkan untuk senantiasa belajar, bahkan kewajiban belajar ini dilukiskan sebagai proses yang tiada akhir, dari buaian sampai ke liang lahat.

Bagaimana dengan pasangan yang sudah terlanjur berkomitmen namun mempunyai mimpi yang tidak berorientasi pada nilai-nilai mulia substansial? Jawabnya, ya segera ubah mimpinya, banyak belajar, banyak bertanya pada orang yang mumpuni dan bertekad untuk menjalani hidup berdasarkan nilai-nilai mulia substansial.

Bagaimana dengan karakter masing-masing? Bagaimana dengan hobi atau kebiasaan hidup masing-masing? Apakah mesti sama juga? Oooo kalau hal-hal tersebut di atas tidak perlu sama persis. Beda-beda tipis bahkan beda banget juga tidak apa apa, yang penting mimpinya sama.

Kalau dalam agama ada istilah furu’iyah atau cabang, di mana pada wilayah ini orang boleh beda, namun dalam hal-hal yang sifatnya mendasar tidak boleh beda. Untuk lebih jelasnya tanya sama pak ustadz ya, dalam hal ini saya tidak begitu menguasai secara detail.

Perbedaan-perbedaan dalam “wilayah” yang bukan “wilayah utama” akan membuat hidup jadi lebih berwarna, ada proses saling mengisi kekurangan masing-masing. Jika kita mampu mensinergikan perbedaan tersebut, proses mewujudkan mimpi akan terjadi relatif lebih cepat dan tidak menjemukan. Konflik kecil, mara-marahan sebentar, ngambek-ngambekan sesaat sepertinya akan menjadi bumbu yang membuat hidup makin sedap dinikmati. Asal jangan kebanyakan bumbu nanti makanan jadi tidak enak disantap malah jadi bikin enek. Demikian kurang lebihnya, maaf jika kurang berkenan dan tidak sependapat dengan pembaca.

………………………………………………………………….

“Cantikku, hubungan itu gak hanya sekedar rasa suka dan merasa cocok, banyak yang mesti kita benahi bersama. Bahkan mimpi kitapun sebaiknya sama”, demikian kata-kata yang keluar dariku saat terakhir bertemu dengan “pacar”ku. Sesaat suasana hening, sama-sama menarik nafas panjang, akhirnya kita berjalan tanpa ada kata yang terucap, masing-masing berada pada nuansa perenungan (untung aja gak kesandung jalan sambil ngerenung),

Ya… terkadang butuh waktu untuk meneliti kembali hati kita sebelum melangkah.

Jatuh Cinta Dan Cinta

Jatuh cinta adalah istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu rasa unik yang ada pada hati, jiwa, dan pikiran seorang manusia. Rasa ketertarikan yang luar biasa terhadap suatu subjek atau objek tertentu. Biasannya rasa unik ini disertai dengan “kebahagiaan” yang indah untuk dinikmati, entah berapa lama “kebahagiaan” tersebut bersemayam di dalam hati, jiwa dan pikiran manusia yang tengah jatuh cinta. Lamanya kebahagiaan yang bersemayam dalam hati, jiwa dan pikiran seseorang yang tengah jatuh cinta sangat tergantung pada motivasi orang tersebut dalam mencintai sesuatu dan “respon balik” dari subjek atau objek yang dicintainya.

Mengapa istilahnya JATUH CINTA? Bukannya TERBANG cinta, NAIK cinta atau istilah lain yang menggambarkan rasa bahagia dan semangat? JATUH…??? Bukankah jatuh itu adalah suatu kondisi yang pada umumnya berkonotasi negatif? Jatuh berarti berubah posisi dari tempat yang relatif lebih tinggi ke tempat yang relatif lebih rendah melalui proses yang biasanya tidak direncanakan dan tidak diharapkan.

Ehmmm………. mungkin orang yang pertama kali “mempopulerkan” istilah ini ngawur dan tidak ahli dalam bahasa atau sastra.

Ngawur..??? tidak juga ya… Kalo ngawur kenapa istilah tersebut bisa bertahan lama, berarti orang-orang yang menggunakan istilah ini ngawur juga dong.

Penasaran dengan istilah jatuh cinta membuat saya berpikir semalaman. Dengan menempatkan istilah jatuh cinta sebagai istilah yang benar dan sedikit memaksakan dalam “membela” istilah ini agar menjadi istilah yang layak digunakan. Akhirnya saya merenungi apa saja sikap yang tercipta pada diri seseorang yang tengah jatuh cinta.

Ehmm…… ternyata jika sedang jatuh cinta, seseorang rela tuh ninggalin “jadwal” aktifitas hobi mereka jika itu menyangkut kepentingan orang yang dicintainya padahal sebelumnya tidak ada yang bisa ganggu “jadwal” tersebut. Jika tengah jatuh cinta sebagian besar orang akan dengan rela mengorbankan kepentingan pribadinya demi seseorang yang dicintainya. Hebatnya lagi orang yang tengah jatuh cinta terkadang dengan rela dan senang hati melayani keperluan orang yang dicintainya. Ternyata… egonya JATUH dan tidak ada lagi jika menyangkut kepentingan orang yang diCINTAInya. Demi orang yang dicintainya seseorang akan dengan rela menJATUHkan dirinya di atas sebuah granat atau bom yang akan meledak demi melindungi orang yang dicintainya. (Gak percaya? Lihat saja film-film perang).

Entah benar atau tidak gambaran yang saya berikan tentang sikap orang yang tengah jatuh cinta yang jelas saya ingin mengingatkan orang-orang yang dengan mudah berkata,”Aku sedang jatuh cinta”.

Jangan bilang jatuh cinta jika kita belum bisa menjatuhkan ego kita demi orang yang kita cintai. Jangan bilang jatuh cinta jika kita belum siap menjatuhkan diri di atas granat yang akan meledak demi melindungi orang yang kita cintai. Jika sudah mampu bersikap seperti itu, maka kita layak berkata, “Aku jatuh cinta”.

Namun… namun… namun belum cukup sampai disitu. Jika kita sudah “terlanjur” jatuh cinta langkah selanjutnya adalah meneliti kembali motivasi kita dalam mencintai dan memperdalam lagi wawasan kita tentang arti kata cinta.

Bahasan mengenai hal ini membuat saya “merinding” karena demikian ideal hingga terbersit dalam hati, “Mampukah saya mencintai orang lain?”. Kenapa bisa terjadi seperti itu? Karena dengan sengaja saya mengambil referensi tentang bahasan ini dari tulisan M. Quraish Shihab mengenai Al Wadud (Yang Maha Mencintai – Yang Maha Dicintai) dalam bukunya yang berjudul Menyingkap tabir Ilahi. Berikut saya mengutip beberapa penggal tulisannya ;

Kata Al Wadud terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf wauw dan dal berganda, yang mengandung arti “cinta” dan “harapan”. Demikian Ibnu Faris dalam bukunya “Maqayis”. Pakar tafsir Al Biqa’iy dalam “Nazem Ad durar”-nya berpendapat lain. Menurutnya rangkaian huruf tersebut mengandung arti “kelapangan” dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk.

…………………………………

Seseorang yang meneladani Alloh dalam sifat Wadud dituntut untuk selalu mencintai mahluk dan mengharap buat mereka apa yang dia harapkan untuk dirinya, seandainya ia berada dalam posisi mereka, bahkan ia mendahulukan mereka atas kepentingan dirinya sendiri. Dengan demikian ia akan menjadi objek sekaligus subjek cinta. Ia akan dicintai serta mencintai atau dengan kata lain ia menjadi wadud dalam kemampuannya sebagai mahluk..

…………………………..

Untuk lebih jelasnya baca sendiri aja ya bukunya. Di toko buku ternama banyak kok. Terlepas Anda sepaham atau tidak dengan penulisnya (M. Quraish Shihab) namun setidaknya jika tulisannya mampu “memperbaiki” kualitas diri kita, mengapa tidak?.

Demikian, semoga bermanfaat.

………………………………………………………………………………………..

Cantikku, jika cintaku padamu adalah cinta buta, campakkan aku dengan kata-kata terketus yang bisa kau ucapkan.

Cantikku, jika cintaku padamu menjauhkan aku dari Alloh maka hinakan aku dengan hinaan yang paling hina yang bisa kau lontarkan.

Cantikku, jika cintaku padamu tidak bisa membawamu pada perbaikan kualitas diri maka tutuplah hatimu untukku serapat mungkin yang kau bisa.

Namun………….

Jika cintaku karena pengabdianku pada Alloh

Jika cintaku karena ingin membawamu pada kedekatan dengan Alloh

Jika cintaku karena ingin menjadikan dirimu sebagai bidadariku kelak di hari nanti

Jangan kau palingkan wajahmu,

Jangan kau tutup hatimu,

Jangan kau campakkan diriku

Karena walaupun kualitas cintaku belum sempurna namun kala dekatmu hasrat menyempurnakan rasa cinta senantiasa ada.

Cantikku ……..

Aku cinta padamu.

Dedicated to : my pretty sweety little angel. Heni Nuraeni.

PUTUS CINTA

Semua yang biasanya indah dinikmati, kegiatan-kegiatan yang biasanya menggugah semangat dan membahagiakan, lagu-lagu yang biasanya enak didengar dan segenap aktivitas lain yang biasa-biasa aja semua jadi nyebelin gak enak dijalanin, serba salah, udah gitu berdiam lama-lama sambil ngerenungin sesuatu yang abstrak. Begitulah kurang lebihnya kejadian yang dialami oleh beberapa orang pada saat putus cinta. Mengapa perasaan gak enak seperti itu bisa ada ya?. Jawabannya akan sangat bervariasi jika kita tanyakan pada tiap orang yang pernah mengalami putus cinta. Namun sepertinya ada kesamaan warna pada jawaban-jawaban tersebut.

Mengapa kekecewaan kerap hadir pada orang yang tengah putus cinta?. Menurut saya, perasaan gak enak tersebut sangat wajar sekali bahkan merupakan indikasi seberapa besar pengharapan seseorang pada hubungan yang telah putus tersebut. Ekstrimnya, semakin besar kecewa yang dialami berarti semakin besar cintanya pada subjek / objek yang dicintainya.

Dalam konteks tulisan kali ini permasalahannya bukan pada besarnya rasa kecewa yang dialami namun pada sejauh mana seseorang mampu menyikapi situasi tersebut dengan sikap terbaik yang dapat dilakukan melalui proses perenungan yang tepat.

Apa saja sih yang perlu direnungi atau dianalisa ketika seseorang tengah mengalami putus cinta?. Banyak sekali yang perlu direnungi, kalau saya lebih suka menganalisanya dengan membuat kronologis terjalinnya hubungan, yaitu dari awal kenal sampai dengan peristiwa putus terjadi, setelah itu menganalisa setiap moment yang pernah terjalin. Selanjutnya penganalisaan mengenai motivasi, cara menjalani hubungan, proses pembentukan komitmen, kualitas diri, kualitas komunikasi, kejujuran dalam berekspresi, bersikap dan berkata dan keinginan untuk mau berkorban dan mau berubah ke arah yang lebih baik dan hal-hal yang tak nampak lainnya namun sangat fundamental dalam suatu hubungan. Dalam “hubungan cinta” ada hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik, ada hal-hal yang tidak bisa dikompromikan, ada hal-hal yang bisa dikompromikan dan ada hal-hal yang tidak perlu dikompromikan sama sekali. Diperlukan kejujuran pada diri sendiri saat merenung guna mengefektifkan proses perenungan. Momen putus cinta sebaiknya dijadikan momen terbaik untuk merenung, yaaaa bolehlah sedih sampai nangis tapi jangan lama-lama dan terlalu didramatisir karena putus cinta bukan akhir dari sebuah hubungan bahkan pada beberapa orang , peristiwa putus cinta malah merekatkan hubungan dalam bentuk / komitmen yang lain dan lebih bermakna, hubungan persaudaraan yang tulus dapat tercipta di antara orang yang telah putus cinta.

Berikut ini beberapa hal atau pertanyaan-pertanyaan yang menurut saya layak untuk dijadikan materi kontemplasi bagi orang yang tengah putus cinta, dengan harapan “sang perenung” dapat menjadi lebih bijak setelah putus cinta.

Apa sih motivasi awal Anda berkomitmen dengan mantan pasangan Anda?. Apa saja sih kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri Anda dan mantan pasangan Anda?. Apa saja sumber konflik yang kerap terjadi di antara Anda berdua?. Apakah sumber tersebut berkisar pada hal-hal yang memang tidak dapat dikompromikan, atau hal-hal yang sebenarnya masih dapat dikompromikan?. Apakah Anda telah jujur dalam bersikap dan bertutur?. Sudahkah Anda mengerapkan segenap potensi Anda untuk menjadi pribadi yang lebih baik dalam mencapai titik maksimal yang dapat Anda raih sesuai dengan segenap potensi yang ada untuk diri Anda sendiri dan untuk pasangan Anda?. Terakhir dan terpenting adalah, sudahkah Anda tulus dalam mencintai pasangan Anda dan ingin menghantarkannya pada kualitas hidup yang baik bagi kehidupan saat ini dan kehidupan setelah dunia ini?.

Demikian semoga bermanfaat. Saya tidak ingin melihat seseorang sedih kala putus cinta, saya ingin ucapkan pada orang yang tengah putus cinta, “SELAMAT PUTUS CINTA, Anda tengah memasuki zona yang dapat membawa Anda pada tingkat kebijaksanaan yang lebih tinggi jika Anda mampu merenunginya dengan baik dan tepat”

Proporsional Dalam Memberikan Cinta

Tahukah Anda bagaimana cara mengukur besarnya rasa cinta Anda terhadap suatu subjek atau objek? Adakah alat untuk mengukurnya secara pasti? Pertanyaan pertama masih mungkin bisa kita jawab, namun pertanyaan kedua hampir mustahil jawabannya ada. Karena memang cinta adalah aktifitas hati, jiwa dan pikiran seorang manusia dan mahluk hidup lainnya yang hampir mustahil diukur kadar dan kualitas nya dengan dengan suatu alat.

Ada lagi pertanyaan yang lebih penting lagi, yaitu tahukah Anda konsekwensi dari mencintai sesuatu bagi kehidupan Anda di dunia saat ini dan kehidupan setelah dunia ini?.

Pertanyaan ini sebenarnya untuk diri saya sendiri, karena saya kerap melihat dan mengalami kompleksitas rasa ini. Cinta? Suatu rasa yang tak nampak namun mempunyai efek yang luar biasa dalam hidup dan kehidupan seseorang. Dalam tulisan ini saya sungguh-sungguh mengajak pembaca untuk sama-sama merenunginya agar kita mampu menyikapi rasa ini dengan tepat.

Cinta menurut Ibnu Qayyim Al Jawziyyah.

“Tidak mungkin cinta didefinisikan secara lebih jelas kecuali dengan cinta lagi. Definisi cinta adalah wujud cinta itu sendiri. Cinta tidak dapat digambarkan lebih jelas dari pada apa yang digambarkan oleh cinta lagi”, kata Ibnu Qayyim dalan Madarij Al Salikin.

Cinta tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Tetapi menurut Ibnu Qayyim, cinta dapat dirumuskan dengan memperhatikan turunan kata cinta, mahabbah, dalam bahasa arab. Mahabbah berasal dari kata hubb. Ada lima makna untuk kata hubb :

  1. Al shafa wa al bayaah, putih bersih.
  2. Al ‘uluww wa al zuhur, tinggi dan tampak
  3. Al luzum wa al tsubut, terus menerus dan menetap
  4. Lubb, inti atau sari pati sesuatu
  5. Al Hafizs wal imsak, menjaga dan menahan.

Demikian yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul Rindu Rasul.

Dari lima makna tersebut saya ingin mengajak diri saya sendiri dan Anda untuk mengukur kecintaan kita pada subjek / objek dengan makna-makna tersebut.

Pertama, putih bersih melambangkan ketulusan, kejujuran dan kesetiaan. Sudahkah hal ini Anda miliki dalam menyinta?

Kedua, tinggi dan nampak, menempatkan subjek / objek yang dicintai pada “tempat yang tinggi” dan menampakannya dalam dalam bentuk sikap dan perlakuan kita kepada yang kita cintai, sehingga akan lebih mengutamakan kehendak atau kepentingan yang kita cintai dari pada kepentingan kita sendiri.

Ketiga, terus menerus dan menetap, tidak mau berpisah atau jauh dari kekasih.

Keempat, inti atau sari pati sesuatu, inti adalah yang paling berharga, kesediaan “pecinta” untuk memberikan apa yang paling berharga yang dimilikinya untuk yang dicintainya.

Kelima, menjaga dan menahan, berusaha menjaga, memelihara dan mempertahankan kecintaannya.

Demikian ukuran besarnya cinta kita pada sesuatu, semakin mendekati lima makna tersebut maka cinta kita semakin besar. Siapa atau apakah yang paling Anda cintai dalam hidup ini? Seberapa besar cinta Anda kepadanya? Kepada siapakah hendaknya kita memberikan cinta terbesar kita?

…………………………………………………………

Pada zaman Rasulullah saww, pada suatu hari seorang Arab dari dusun datang ke masjid Nabi, beberapa saat sebelum shalat didirikan. Ia menyeruak, memotong barisan, mendekati Nabi saw. Beliau sedang bersiap-siap untuk sholat. Dengan berani arab dusun tersebut bertanya, “Ya Rasulullah, kapan kiamat terjadi?” Anas bin Malik, yang melaporkan peristiwa ini kepada kita berkata,”Kami takjub ada orang dari dusun bertanya kepada Nabi Saw.” Rasulullah Saw melakukan sholat tanpa menjawab pertanyaan itu. Usai sholat, beliau menghadap kepada jamaahnya, “Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat itu?”. Orang dusun itu berkata, “Saya ya Rasulullah”. Rasulullah bertanya,”Apa yang sudah kamu persiapkan buat hari kiamat?”. Mendengar pertanyaan Nabi saw itu seluruh keberaniannya hilang. Ia menundukkan kepalanya. Ia bergumam: “Demi Alloh, aku tidak mempersiapkan amal yang banyak, tidak sholat yang banyak dan tak puasa yang banyak. Tetapi saya mencintai Alloh dan Rasul-Nya”. Kemudian Nabi saw bersabda, ”Innaka ma’a man ahbabta!”. (Engkau bersama orang yang engkau cintai). Seperti tanaman yang baru disiram air, orang Arab dusun itu bangkit dengan suka cita. Para sahabat lain merasa bahwa mereka pun seperti dia. Mereka tidak punya bekal yang cukup untuk hari kiamat selain kecintaan kepada junjungan mereka, Rasulullah saw. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, apakah ucapan engkau itu hanya berlaku buat dia?”. Tidak, kata Nabi saw, ia berlaku untuk kalian dan umat sepeninggal kalian. Kata Anas : Belum pernah aku melihat sahabat Nabi saw teramat gembira seperti pada waktu itu. (Demikian yang dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya yang berjudul Rindu Rasul.)

Sabda Rasulullah saw bahwa seseorang akan bersama yang dicintainya pada hari akhir saya yakini kebenarannya. Awalnya timbul pertanyaan bagaimana saya bisa mencintai Rasulullah saw, padahal pengenalan saya terhadap Rasulullah saw sangat minim? Tidak mudah memang, perlu proses! Untungnya saat ini banyak sekali buku-buku tentang sejarah Nabi Muhammad Saw, sebagai langkah awal yang mudah ya bacalah sejarah Rasulullah saw secara detail dengan penuh penjiwaan, selami dan resapi, dengan itu pengenalan kita terhadap Rasulullah saw akan lebih komprehensif, banyak bertanya dengan orang yang mumpuni, niatkan untuk mencintai Rasulullah saw. Insya Alloh, cepat atau lambat akan timbul rasa cinta kepada Rasulullah saw dan keluarganya yang mulia.

Lalu apakah dengan demikian (mencintai Rasulullah saw) saya tidak boleh mencintai yang lainnya? Tidak, tidak demikian. Saya meyakini dengan mencintai Rasulullah saw kita akan mampu mencintai segenap yang ada di sekitar kita dengan cinta yang proporsional. Kita akan mencintai orang tua kita dengan tepat, kita akan mencintai pasangan kita dengan dosis dan motivasi yang mulia, kita akan mencintai keluarga, kerabat, lingkungan dan segenap mahluk dengan cinta yang indah penuh keseimbangan dan keharmonisan. Dengan mencintai Rasulullah saw saya yakin kehidupan kita akan semakin berkualitas. Selamat menyelami dan mencintai Rasulullah saw, Anda memasuki zona kemuliaan yang akan mewarnai hidup Anda dengan kebahagiaan.

Kembali pada kekinian kita saat ini. Siapa atau apa yang kita cintai selama ini? Dapatkah yang kita cintai saat ini mampu menghadirkan kebahagiaan dan menghantarkan kita pada kebahagiaan di akhir nanti?

Bagaimana jika yang paling kita cintai saat ini adalah orang tua kita bukan Rasulullah saw? Bagaimana jika yang kita cintai saat ini adalah keluarga kita, anak-anak kita, kerabat dekat kita, pekerjaan kita dan hal-hal lain, bukan Rasulullah saw? Apakah kita salah? Tenang….. tenang ….. tenang…. kalau saat ini Rasulullah saw tidak kita cintai sebagai mestinya Rasulullah saw dicintai, ya sudah belajarlah untuk mencintainya. Dengan mencintai Rasulullah kualitas cinta kepada segenap yang kita cintai saat ini akan meningkat, kualitas cinta yang berkualitas tinggi, cinta terbaik, Insya Alloh.

Demikian….. yuk yuk yuk …. kita sama-sama belajar untuk dapat mencintai Rasulullah saw.

13 Komentar (+add yours?)

  1. risa
    Jul 22, 2008 @ 13:46:38

    Aduh…. menyentuh sekali artikel cintanya

    Balas

  2. Maghleb Elmir
    Sep 18, 2008 @ 07:03:51

    tulisan yg bagus (apalagi utk ukuran seorang laki2 yang biasanya gk sensitif dan cenderung normatif aja mengukur apa yd ia rasakan)

    Balas

  3. bayu
    Agu 12, 2009 @ 02:34:02

    makasih ya..dengan tulisan anda sy jd banyk merenungi dan ingin memotivasi untuk memiki hub.yang berkualitas.u ar my inspiration..

    Balas

  4. Ilmi Aji
    Des 16, 2009 @ 17:28:29

    waw panjang banget, tp jadi nambah motivasi sekaliguss bahan renungan, makasih ya

    Balas

    • arie prasetya
      Feb 10, 2010 @ 22:33:17

      terima kasih kembali…. sukses selalu ya buat Ilmi Aji

      Balas

  5. Muhammad iqbal khan
    Mei 22, 2010 @ 02:31:03

    Sungguh tak bisa berkata apa2 l6..
    Benar2 menyentuk n membuka pikiran..

    Balas

  6. 2010 in review « untuk hati yang resah
    Jan 02, 2011 @ 13:56:20

  7. afgan
    Feb 04, 2011 @ 13:29:27

    thanx bro

    Balas

  8. candra
    Sep 03, 2011 @ 13:46:16

    Subhanallah… makasih dengan membaca posting ini hati jadi tenang dan ada sesuatu yang memotifasi diri untuk berubah. Amin.

    Balas

    • arie prasetya
      Okt 03, 2011 @ 21:09:00

      semoga senantiasa diberikan keberkahan ya kang candra. terima kasih dah mampir ke blog saya

      Balas

  9. jokoalit
    Des 19, 2011 @ 13:29:47

    wah…. pelajaran kaya gini ga’ bisa didapat di bangku sekolah ni,
    acung jempol buat mas arie
    😉

    Balas

Tinggalkan Balasan ke Maghleb Elmir Batalkan balasan