Kesamaan visi dan misi pada dua orang atau lebih relatif akan lebih melanggengkan suatu hubungan.

Malah terkadang hubungan akan berjalan saling mengisi walau di antara mereka tidak ada komitmen apapun.

Sebaliknya walaupun suatu hubungan telah terjalin dengan adanya komitmen namun jika ada perbedaan visi dan misi hidup, hubungan tersebut dalam jangka panjang relatif lebih rawan akan kerenggangan bahkan perpisahan.

Demikian hasil pengamatan saya sementara ini.

Dalam bahasa puitis biasanya visi dan misi diwakilkan oleh kata “mimpi”. Kali ini saya membatasi pembahasan pada mimpi dua orang (satu pasangan) laki-laki dan perempuan yang tengah menjalin hubungan, yang serius tentunya.

Banyak ragam motivasi seseorang dalam menjalin hubungan serius dengan orang lain. Motivasi ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan sosial, geografis, wawasan, kebutuhan hidup, tingkat kedewasaan dan faktor-faktor lainnya.

Menurut pendapat saya saat ini suatu hubungan akan berjalan dengan relatif lebih baik jika dilandasi dengan persamaan mimpi, berkomitmen untuk menjalin hidup bersama mewujudkan mimpi. Mimpi seperti apa? Tentunnya mimpi yang berlandaskan pada nilai-nilai mulia yang diajarkan oleh agama yang kita yakini. Mengapa mimpi yang seperti itu? Karena menurut pendapat saya mimpi yang tidak berlandaskan pada nilai-nilai mulia suatu saat akan menemukan kehampaan. Bagaimana bisa terjadi seperti itu? Iya, karena jiwa kita pada dasarnya condong bahkan sangat membutuhkan nilai-nilai mulia yang substansial, jika mimpi kita tidak berorientasi pada hal tersebut jiwa kita akan tetap “dahaga”, kebutuhannya belum bahkan tidak terpenuhi. Karena itu kita senantiasa dianjurkan untuk senantiasa belajar, bahkan kewajiban belajar ini dilukiskan sebagai proses yang tiada akhir, dari buaian sampai ke liang lahat.

Bagaimana dengan pasangan yang sudah terlanjur berkomitmen namun mempunyai mimpi yang tidak berorientasi pada nilai-nilai mulia substansial? Jawabnya, ya segera ubah mimpinya, banyak belajar, banyak bertanya pada orang yang mumpuni dan bertekad untuk menjalani hidup berdasarkan nilai-nilai mulia substansial.

Bagaimana dengan karakter masing-masing? Bagaimana dengan hobi atau kebiasaan hidup masing-masing? Apakah mesti sama juga? Oooo kalau hal-hal tersebut di atas tidak perlu sama persis. Beda-beda tipis bahkan beda banget juga tidak apa apa, yang penting mimpinya sama.

Kalau dalam agama ada istilah furu’iyah atau cabang, di mana pada wilayah ini orang boleh beda, namun dalam hal-hal yang sifatnya mendasar tidak boleh beda. Untuk lebih jelasnya tanya sama pak ustadz ya, dalam hal ini saya tidak begitu menguasai secara detail.

Perbedaan-perbedaan dalam “wilayah” yang bukan “wilayah utama” akan membuat hidup jadi lebih berwarna, ada proses saling mengisi kekurangan masing-masing. Jika kita mampu mensinergikan perbedaan tersebut, proses mewujudkan mimpi akan terjadi relatif lebih cepat dan tidak menjemukan. Konflik kecil, mara-marahan sebentar, ngambek-ngambekan sesaat sepertinya akan menjadi bumbu yang membuat hidup makin sedap dinikmati. Asal jangan kebanyakan bumbu nanti makanan jadi tidak enak disantap malah jadi bikin enek. Demikian kurang lebihnya, maaf jika kurang berkenan dan tidak sependapat dengan pembaca.